Oleh : Hamdan Malik
Pengertian
Pengertian
Multimedia terbagi menjadi dua kategori,
yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah
suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat
dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan),
contohnya televisi dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang
dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna,
sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya.
Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dan
lain-lain.
Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai
proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi
dalam pembelajaran, yang utama adalah bagaimana peserta itu belajar. Belajar
dalam pengertian aktivitas mental peserta dalam berinteraksi dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan. Dengan
demikian aspek yang menjadi penting dalam aktivitas belajar adalah lingkungan.
Bagaimana lingkungan ini diciptakan dengan menata unsur-unsurnya sehingga dapat
mengubah perilaku peserta. Dari uraian diatas, apabila kedua konsep tersebut
kita gabungkan maka multimedia pembelajaran dapat diartikan sebagai aplikasi
multimedia yang digunakan dalam proses pembelajran, dengan kata lain untuk
menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang
pilihan, perasaan, perhatian dan kemauan peserta sehingga secara sengaja proses
belajar itu terjadi, bertujuan dan terkendali.
Sebagai bagian dari proses pembelajaran, sudah saatnya seorang penyuluh
pertanian lebih mengembangkan peran multimedia dalam kegiatan penyuluhan
pertanian di wilayah kerjanya masing-masing, paling tidak, memulainya sebagai
pengembangan kompetensi fungsionalnya dalam berinteraksi dengan pelaku utama
dan pelaku usaha sebagai sasaran kegiatan penyuluhan yang dilakukannya, karena
akan memberikan nuansa baru yang lebih segar, partisipatif, dan interaktif yang
tentu saja lebih efektif dan menyenangkan. Bukankah prinsip dalam proses
pembelajaran adalah “learning is most
effective when its fun (belajar itu akan lebih efektif jika dilakukan
dengan senang) ?” Sebuah tantangan untuk meningkatkan kompetensi, kapabilitas
dan kapasitas penyuluh pertanian.
Manfaat
Multimedia Dalam Penyuluhan Pertanian
Apabila multimedia pembelajaran dipilih, dikembangkan dan digunakan
secara tepat dan baik, akan memberi manfaat yang sangat besar bagi para penyuluh
pertanian sebagai fasilitator dan pelaku utama serta pelaku usaha sebagai peserta
penyuluhan pertanian. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh adalah proses
pembelajaran dalam penyuluhan lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu
mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar petani dapat ditingkatkan dan proses
ini dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, serta sikap belajar peserta
dapat ditingkatkan. Manfaat diatas akan diperoleh mengingat terdapat keunggulan
dari sebuah multimedia, yaitu: (a) memperbesar benda yang sangat kecil dan
tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron dan lain-lain; (b) memperkecil
benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan di ruangan, seperti
gajah, rumah, gunung, dan lain-lain; (c) menyajikan benda atau peristiwa yang
kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh
manusia, bekerjanya suatu mesin, beredarnya planet Mars, berkembangnya bunga
dan lain-lain; (d) menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan,
bintang, salju, dan lain-lain; (e) menyajikan benda atau peristiwa yang
berbahaya, seperti letusan gunung berapi, harimau, racun, dan lain-lain; dan
(f) meningkatkan daya tarik dan perhatian peserta pelatihan.
Karakteristik
Media Dalam Multimedia Untuk Penyuluhan Pertanian
Sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran, pemilihan dan penggunaan multimedia harus memperhatikan
karakteristik komponen lain, seperti tujuan, materi, strategi dan juga evaluasi.
Karakteristik multimedia pembelajaran antara lain adalah: (a) memiliki lebih
dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual;
(b) bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk
mengakomodasi respon pengguna; dan (c) bersifat mandiri, dalam pengertian
memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa
menggunakan tanpa bimbingan orang lain.
Selain memenuhi ketiga karakteristik tersebut, multimedia penyuluhan
pertanian sebaiknya juga memenuhi fungsi: (a) mampu memperkuat respon pengguna
secepatnya dan sesering mungkin; (b) mampu memberikan kesempatan kepada petani untuk
mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri; (c) memperhatikan bahwa peserta penyuluhan
pertanian mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan; dan (d) mampu
memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon,
baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.
Dampak
Multimedia Untuk Penyuluhan Pertanian Yang Interaktif
Tidak dapat disangkal bahwa terpaan teknologi
berupa perangkat lunak (software)
maupun perangkat keras (hardware)
sudah semakin menyatu dengan kehidupan manusia modern. Dalam kegiatan
penyuluhan pertanian misalnya, kehadiran media sudah dirasakan banyak membantu
tugas penyuluh pertanian sebagai fasilitator dalam mencapai tujuan
pembelajarannya. Dalam era teknologi dan informasi ini, pemanfaatan kecanggihan
teknologi untuk kepentingan pembelajaran sudah bukan merupakan hal yang baru
lagi. Salah satu media pembelajaran baru yang akhir-akhir ini semakin
menggeserkan peranan penyuluh pertanian adalah teknologi multimedia yang
tersedia melalui perangkat komputer.
Dengan teknologi ini, kita bisa belajar apa
saja, kapan saja dan di mana saja. Di Indonesia, meskipun teknologi ini belum
digunakan secara luas namun cepat atau lambat teknologi ini akan diserap juga
ke dalam sistem pembelajaran di penyuluhan pertanian. Dalam tulisan ini akan
dikemukakan beberapa persoalan yang muncul sebagai akibat dari diterapkannya
teknologi ini dalam ranah penyuluhan pertanian.
Pertama, berkaitan dengan orientasi filosofis. Ada dua masalah orientasi
filosofis yang muncul akibat penerapan teknologi multimedia ini yakni masalah
yang berasal dari pandangan kaum objektivis dan yang berasal dari pandangan
kaum konstruktivis. Kaum objektivis menilai desain multimedia sebagai sesuatu
yang sangat riil yang dapat membantu proses pembelajaran (termasuk penyuluhan
pertanian) peserta menuju kepada tujuan yang diharapkan (Jonassen, 1991).
Materi yang berwujud pengetahuan atau ketrampilan yang hendak dicapai oleh
peserta harus dirancang secara jadi oleh para pengembang instruksional dan
dikemas dalam teknologi multimedia ini. Sebaliknya kaum konstruktivis
berpendapat bahwa pengetahuan hendaklah dibentuk oleh peserta sendiri
berdasarkan penafsirannya terhadap pengalaman dan gejala hidup yang dialami
(Merril, 1991). Belajar adalah suatu interpretasi personal terhadap pengalaman
dan kenyataan hidup yang dialami. Berdasarkan pandangan ini maka belajar
bersifat aktif, kolaboratif dan terkondisi dalam konteks dunia yang riil.
Kedua, berhubungan dengan lingkungan belajar. Lingkungan belajar multimedia interaktif
dapat dikategorikan dalam tiga jenis yakni lingkungan belajar preskriptif,
demokratis dan sibernetik (Schwier, 1993). Masing-masing lingkungan belajar
memiliki orientasi dan kekhasan sendiri-sendiri. Lingkungan preskriptif
menekankan bahwa prestasi belajar merupakan pencapaian dari tujuan belajar yang
ditetapkan secara eksternal. Interaksi belajar terjadi antara peserta dengan
bahan-bahan belajar yang sudah tersedia dan belajar merupakan suatu kegiatan
yang bersifat prosedural. Lingkungan belajar demokratis menekankan kontrol
proaktif peserta atas proses belajarnya sendiri, yang mencakup penetapan tujuan
belajar sendiri, kontrol peserta terhadap urutan-urutan pembelajaran, hakekat
pengalaman dan kedalaman materi belajar yang dicarinya. Sedangkan lingkungan
belajar sibernetik menekankan saling ketergantungan antara sistem belajar dan
peserta.
Ketiga, berhubungan dengan desain instruksional. Pada umumnya, desain
pembelajaran pada suatu multimedia dibuat berdasarkan besar kecilnya
pengendalian dari peserta itu sendiri atas pembelajarannya. Sebagian besar
peneliti mengatakan bahwa peserta bisa diberdayakan melalui kontrol yang lebih
besar atas belajarnya tetapi peserta bisa juga dihambat melalui kontrol atas
belajarnya. Dalam lingkungan yang demokratis dan sibernetik, kegiatan
pembelajaran multimedia bervariasi dan tersedia untuk peserta pada saat kapan
saja dan dalam berbagai bentuk sehingga bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang
ditetapkannya sendiri. Dalam lingkungan belajar preskriptif, kontrol eksternal
nampaknya dipaksakan selama tahap awal belajar dan semakin berkurang ketika
sudah terlihat kemajuan yang berarti dalam diri peserta berupa perubahan
perilaku ke arah yang diharapkan.
Keempat, berkaitan dengan umpan balik. Sifat dari umpan balik dalam pembelajaran
menggunakan multimedia sangat bervariasi tergantung pada lingkungan dimana
multimedia itu digunakan. Dalam lingkungan belajar preskriptif, umpan balik
sering mengambil bentuk koreksi dan deteksi terhadap kesalahan yang dibuat.
Dalam lingkungan belajar yang demokratis, umpan balik sering mengambil bentuk
nasehat atau anjuran, yakni sekedar pemberitahuan kepada peserta tentang
akibat-akibat yang muncul dari suatu pilihan tertentu atau juga berisi
rekomendasi. Dalam lingkungan belajar sibernetik, umpan balik merupakan suatu
negosiasi atau perundingan. Peserta menetapkan arah atau petunjuk sendiri dan
membuat pilihannya sendiri dan sistem belajar akan berusaha mempelajari
pola-pola yang muncul sehubungan dengan kebutuhannya itu dan memberikan respon
terhadap peserta dengan menyediakan tantangan-tantangan baru.
Kelima, sifat sosial dari jenis pembelajaran ini. Banyak kritik telah
dilontarkan terhadap pembelajaran menggunakan multimedia sebagai pembelajaran
yang bersifat isolatif sehingga bertentangan dengan tujuan sosial dari institusi
pendidikan, pelatihan, maupun penyuluhan. Peserta seolah-olah dikondisikan
untuk menjadi individualis-individualis dan kontak sosial dengan teman-teman
menjadi sesuatu yang asing. Itulah beberapa masalah yang perlu diantisipasi
bila suatu saat nanti diputuskan untuk menggunakan tekonologi multimedia dalam
kegiatan pembelajarannya. Apapun teknologi yang akan dipergunakan hendaknya
memperhatikan aspek-aspek pencapaian tujuan yang lebih luas seperti aspek
psikologis, sosial, moral, di samping aspek kognitif-intelektualnya.
Salah satu usaha yang dikembangkan untuk
mengantisipasi sejumlah potensi masalah diatas maka akhir-akhir ini perhatian
kita semua mulai diarahkan kepada belajar kooperatif dalam pembelajaran menggunakan
multimedia (Klien & Pridemore, 1992). Hooper (1992) memperluas pendekatan
belajar kooperatif ini dalam lingkungan belajar yang berbasis komputer.
Ia mengemukakan beberapa keuntungan dan penerapan belajar kooperatif
dalam pembelajaran menggunakan multimedia antara lain (1) Adanya ketergantungan
dan tanggung jawab dari setiap anggota kelompok; (2) Adanya interaksi yang
promotif di mana usaha seorang individu akan mendukung usaha anggota kelompok
lainnya; (3) Kesempatan latihan untuk bekerjasama; dan (4) Pengembangan dan
pemeliharaan kelompok. Proses kelompok yang terjadi di dalam lingkungan belajar
ini bisa mendorong anggota kelompok untuk merefleksikan efektif atau tidaknya
strategi yang digunakan.
Peningkatan
Kualitas Pembelajaran Dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Perbaikan kualitas pelatihan diarahkan pada
peningkatan kualitas proses pembelajaran, pengadaan bahan/materi penyuluhan, dan
buku bacaan atau buku referensi, serta alat-alat bantu (media) yang digunakan
dalam proses pembelajaran. Peningkatan kualitas proses pembelajaran dilakukan
melalui in-service extension, penyuluh
pertanian sebagai fasilitator yang sasarannya adalah meningkatkan penguasaan
landasan penyuluhan pertanian, materi penyuluhan pertanian (subject matter), metode dan teknik
penyuluhan penyuluhan, pembuatan dan penggunaan media dan alat bantu penyuluhan
pertanian, serta evaluasi penyuluhan pertanian.
Penyuluh pertanian sebagai fasilitator
memegang peran penting dan strategis dalam proses pembelajaran ini. Proses
pembelajaran dalam penyuluhan pertanian adalah sebagai suatu aktivitas untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pelaku utama dan pelaku usaha
berkaitan langsung dengan aktivitas usahataninya, sehingga sebagai suatu sistem
kegiatan, proses penyuluhan pertanian akan selalu melibatkan penyuluh pertanian.
Keterlibatan penyuluh pertanian tersebut mulai dari pemilihan dan pengurutan
materi penyuluhan pertanian, penerapan dan penggunaan metode dan teknik penyuluhan
pertanian, penyampaian materi penyuluhan pertanian, pembimbingan, sampai pada
kegiatan pengevaluasian hasil penyuluhan pertanian.
Berkaitan dengan peran tersebut, suatu proses
penyuluhan pertanian akan berlangsung secara baik jika dilaksanakan oleh penyuluh
pertanian yang memiliki kualitas kompetensi akademik dan profesional yang
tinggi atau memadai. Oleh karena itu, peningkatan kualitas penyuluhan pertanian
diupayakan melalui pengutamaan peningkatan kualitas penyuluh pertaniannya.
Selengkap dan secanggih apa pun prasarana dan sarana penyuluhan pertanian,
tanpa didukung oleh kualitas penyuluh pertanian yang baik, prasarana dan sarana
tersebut tidak memiliki arti yang signifikan terhadap peningkatan mutu penyuluhan
pertanian.
No comments:
Post a Comment